juraganbibitlele.blogspot.com, pada pembahasan kali ini akan membahas mengenai
ikan lele budi daya dan ikan lele konsumsi. Dari sekitar enam spesies ikan lele yang ditemukan di perairan umum Indonesia, spesies lele lokal (Claries Batrachus) merupakan
ikan lele konsumsi penting yang telah lama dibudidayakan.
Budi daya ikan lele lokal dimulai sejak tahun 1975 di daerah Blitar, Jawa Timur dan sekitar tahun 1980 –an mulai dibudidayakan secara berpasang-pasangan di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Saat itu,
budi daya lele lokal sudah berkembang sangat pesat, sampai datang lele dumbo (Claries Gariepinus) yang merupakan lele hasil introduksi pada tahun 1985. Sejak saat itu pula, petani mulai beralih dan berbondong-bondong menekuni
budi daya lele dumbo yang mempunyai ukuran tubuh lebih besr dan pertumbuhan yang pesat dibandingkan lele lokal.
Sekitar tahun 1987, mulai diperkenalkan lele keli (Clarias Meladerma) yang merupakan salah satu spesies unggul baru. Lele keli mencapai ukuran besar hingg 1 kg/ekor. Lele keli juga mudah beradaptasi pada berbagai perairan tawar dan tahan terhadap serangan penyakit, khususnya bakteri Aeromonas yang sering menyerang ikan lele. Kecepatan pertumbuhannya lebih cepat dari lele lokal, meskipun masih di bawah lele dumbo.
Dalam perkembangan selanjutnya, para
pelaku budi daya lele menganggap
budi daya lele dumbo lebih menguntungkan dan ekonomis. Untuk mencapai ukuran 500 g/ekor, pemeliharaan lele dumbo membutuhkan waktu 3-4 bulan, lele keli membutuhkan waktu 5-6 bulan, sedangkan lele lokal membutuhkan waktu 1 tahun. Oleh karena itu, spesies lele dumbo yang paling banyak dibudidayakan.
Untuk menghasilkan lele konsumsi bagi kebutuhan rumah makan dan warung pecel lele, diperlukan ikan lele dengan ukuran 8-12 ekor/kg. untuk menghasilkan lele dumbo dengan ukuran tersebut, hanya memerlukan waktu pemeliharaan 2,5 sampai dengan 3 bulan.
Dalam perkembangannya, lele dumbo pun mengalami penurunan keunggulan yang dilihat dari laju pertumbuhan yang menurun dan tingginya kematian benih. Menurut Rustidja (1999), pada awal lele dumbo berkembang di Indonesia (tahun 1985), benuh ukuran 305 cm yang menjadi ukuran konsumsi dengan bobot ukuran 125-150 g/ekor dapat dicapai dalam waktu 70 hari. Saat ini, dengan pola budi daya yang sama, waktu pemeliharaannya menjadi 100 hari. Penurunan pertumbuhan populasi ikan dapat disebabkan oleh menurunya kualitas genetik.
Rendahnya kualitas genetik akan berakibat negatif terhadap sifat-sifat penting dalam budi daya ikan, antara lain menurunya tingkat sintasan dan pertumbuhan (Leary, 1985). Fenomena tersebut dicirikan juga dengan meningkatnya individu yang asimetri dan abnormal. Hal tersebut tampak pada berbedaan bentuk, ukuran, jumlah, dan ciri-ciri morfologi yang lain pada organ tubuh berpasangan antara organ bagian kiri dan kanan (Wilkins, 1995).
Penelitian Nurhidayat (2003) menemukan bahwa lele dumbo di tiga daerah setara budi daya di Pulau Jawa, yaitu Sleman, Tulung Agung, dan Bogor, mempunyai nilai fluktuatif simetris dan abnormalitas yang tinggi. Hal tersebut terkait dengan perkembangbiakan alami yang tidak terkontrol (uncontrolled reproduction), yang mengakibatkan energi pertumbuhan menjadi tidak efesien dan menghasilkan ikan yang kurang bernilai dalam sistem reproduksi.
Selain itu, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan benih, banyak orang melakukan penangkaran. Benih dari hasil penangkaran tersebut akan dibesarkan, kemudian dikawinkan. Selanjutnya, benih berikutnya dibesarkan dan dikawinkan lagi oleh penangkar lain. Begitu seterusnya, tanpa ada pengawasan secara biologis dan genetik.
Akibat kesalahan kolektif tersebut, mutu genetik semakin menurun dan berdampak pada pertumbuhan. Pasalnya, penangkar mengawinkan induk lele yang masih berkerabat sangat dekat, bisa disebut “silang dalam” atau “kawin kerabat” (Inbreeding). Akhirnya, usaha budi daya lele dumbo menjadi tidak ekonomis karena menggunakan benih-bening dari induk yang tidak berkualitas.
Saat ini para ahli dan praktisi mulai mengupayakan perbaikan mutu genetik lele dumbo yang terlanjur menurun. Dua lele yang sudah dihasilkan adalah lele sangkuriang dan lele phiton. Lele sangkuriang adalah hasil perbaikan genetik lele yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawa (BBPBAT) Sukabumi dengan melakukan silang-balik (Backcross) terhadap induk lele dumbo yang ada di Indonesia.
Lele phiton dihasilkan oleh Kelompok Sinar Kehidupan Abadai (SKA), kelompok budi daya lele Bayumundu, Padeglang, Banten. Lele phiton merupakan lele hasil silang antara lele dumbo asal Thailand dan lele dumbo lokal.
Artikel Terkait
- Prospek Bisnis Ikan Lele
- Perkembangan Bisnis Lele Tahun 2015
- Mengenal Ikan Lele Budi Daya dan Konsumsi
- Klasifikasi, Morfologi dan Jenis Lele Budi Daya
- Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Lele
- Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Lele
- Lokasi Usaha Budi Daya Lele yang Baik
- Struktur Tanah dan Kualitas Air yang Baik untuk Budi Daya Lele
- Tipe atau Jenis Kolam untuk Budi Daya Lele
- Cara Menyiapkan Indukan Untuk Budi Daya Lele
- Manajemen Indukan Lele
- Cara Mengetahui Indukan Lele Siap untuk Dipijahkan
- Cara Mudah Pembenihan Lele
- Cara Penebaran Benih Lele yang Wajib Diketahui
- Makanan dan Cara Pemberian Pakan Lele yang Baik